Pages

Thursday, August 4, 2011

CITRUS: Telkomsel Jangan Dipindah

Untuk pindah kanal, biayanya tidak sedikit, belum lagi akan mempengaruhi kualitas layanan.
telkomsel
VIVAnews - Kalangan pemerhati regulasi telekomunikasi meminta pemerintah jangan gegabah memindahkan spektrum frekuensi operator seluler tanpa melihat dengan menyeluruh kondisi operator. Seperti diketahui, saat ini Telkomsel diminta pindah frekuensi dari kanal 4 ke kanal 5.

“Telkomsel merupakan operator besar dalam negeri yang memiliki jumlah pelanggan besar, sekitar 100 Juta pelanggan. Mereka butuh tambahan blok karena jumlah pelanggannya besar dan jaringannya luas,” kata Asmiati Rasyid, Ketua Centre for Indonesian telecommunications regulation Studies (CITRUS), usai Bincang Selular di Jakarta Media Centre, Kebon Sirih, Jakarta, 4 Agustus 2011.

Sebelumnya, BRTI (Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia) meminta Telkomsel untuk pindah dari kanal 4 ke 5, dan dari kanal 5 ke 6. BRTI beranggapan, pemindahan ini sesuai dengan planning penataan kembali yang tengah digodok pemerintah agar blok kedua dapat dimiliki oleh operator contiguous sebagaimana aturan ITU (International Telecominication Union).

Namun Telkomsel menolak hal tersebut dengan alasan sudah terlanjur berinvestasi, dan perpindahan kanal ini akan menurunkan kualitas pelayanan yang berujung pada ketidakpuasan pelanggan yang telah menembus 100 Juta pelanggan. Padahal, telkomsel merupakan aset milik negara.

Untuk pindah kanal, operator itu harus membangun BTS (Base Tranciever Station) baru yang biayanya tidak sedikit, belum lagi akan mempengaruhi jaringan yang sudah ada sebelumnya.

Sebelumnya, dua operator lain yang sebagian besar sahamnya dimiliki pihak asing yakni Hutschison CP Telecom Indonesia (HCPT) dan Natrindo Telepon Seluler (Axis), meminta tambahan alokasi frekuensi 3G secara berdampingan. Adapun Telkomsel dan XL meminta tambahan kanal ketiga untuk mengantisipasi ledakan konsumsi data.

Asmiati menambahakan, Axis sebaiknya berdampingan dengan XL di kanal 11 dan 12, terlebih lagi antara Axis dengan XL ada kerja bisnis. Ia sendiri mengherankan mengapa spektrum frekuensi sudah dibagi-bagikan tanpa memperhatikan kondisi masing-masing operator seluler. “Faktanya, banyak spektrum frekuensi yang belum digunakan secara optimal. “Ini jelas merugikan negara, kalau prakteknya seperti ini,” tegasnya. 

Menurut Asmiati, regulasi frekuensi telekomunikasi sudah seharusnya memihak pada kepentingan nasional, mengingat frekuensi pada sektor ini semakin strategis.

“Sektor telekomunikasi berkembang dinamis dengan teknologi baru yang membutuhkan frekuensi khusus,” kata Asmiati yang mengaku sudah menyampaikan hal ini pada Menteri Komunikasi dan Informasi, Tifatul Sembiring. “Responnya bagus, kita tunggu saja,” ujarnya.